Wednesday, 8 May 2013

Di Sudut - Sudut Kota Lumajang


Sekitar 2 minggu lalu, saya menyempatkan pulang ke kampung halaman saya di Lumajang di akhir pekan, rehat sejenak dari rutinitas pekuliahan di Malang. Pada kesempatan itu, saya menyempatkan diri untuk berjalan-jalan menelusuri jejak peninggalan Belanda di kota kecil ini.  

Pertama, sampailah saya di SDN Ditotrunan 1 Lumajang, atau biasa dikenal dengan SD Lowo(kelelawar). Letaknya di Jalan Alun-Alun Selatan. Ini adalah tempat saya bersekolah dulu ketika menempuh 6 tahun pendidikan dasar. Yang menarik dari sekolah ini adalah bangunan utamanya. Mengapa? Gedung utama dari sekolah ini dibangun sejak jaman Belanda dahulu, dan sampai sekarang masih tetap berdiri kokoh. Terlihat berbeda mungkin karena pengecatan dan penambahan keramik, namun secara keseluruhan masih tetap mempertahankan kekunoannya. Saya dulu merasakan belajar di dalam kelas yang besar dan langit-langitnya tinggi, dengan jendela dan pintu yang besar-besar pula, jadi rasanya sejuk. Berikut adalah gambar  SDN Ditotrunan dari masa ke masa.




Selanjutnya berjalan menuju ke arah Alun-alun kota Lumajang, masih di area selatan, kita tiba di sebuah sekolah PADU ( Pendidikan Anak Dini Usia ) Sakinah. Sebelum menjadi sekolah PADU, bangunan ini adalah TK Dharma Wanita yaitu tempat saya bersekolah TK, hingga akhirnya TK saya ini pindah di tempat yang baru. Kemudian,  apa yang istimewa dengan bangunan ini? Yap, ketika saya tiba di tempat ini, ada sebuah banner di dinding bertuliskan “MONUMEN JOEANG – MARKAS PEMUDA LUMAJANG“ .  Jadi begini ceritanya, pada jaman pendudukan Belanda, gedung ini adalah Landraaden Resi dentie gerecht ( Pengadilan Negeri dan Provinsi ) dan hingga jaman penjajahan Jepang juga masih digunakan sebagai Pengadilan Negeri. Ketika masa-masa perjuangan kemerdekaan, gedung ini digunakan sebagai markas berkumpulnya organisasi pemuda di waktu itu. Kisah lengkapnya, terdapat pada banner yang saya ceritakan tadi, sayangnya bagian bawah dari banner sudah robek.


Selanjutnya, masih di area Alun-alun, kita beranjak ke sebelah utara. Di depan gerbang Alun-alun bagian utara ini terdapat sebuah bangunan mirip candi, berlubang tembus, dan terdapat CANDRA SENGKALA yang berbunyi “TRUSING NGASTA MUKA PRAJA” ( TRUS=9, NGASTA=2, MUKA=9, PRAJA=1) . Tugu ini adalah saksi penting naiknya status Lumajang menjadi REGENTSCAH otonom per 1 Januari 1929 sesuai dengan Statblat Nomor 319, 9 Agustus 1928. Jadi dengan adanya peristiwa ini urusan pemerintahan diserahkan oleh Belanda kepada Bupati Lumajang yang pertama yaitu KRT Kertodirejo yang sebelumnya menjabat Patih Afdelling Lumajang (Sebelumnya Lumajang masuk wilayah administratif Kepatihan dari Afdelling Regentstaschap/Pemerintah Kabupaten Probolinggo).


Kemudian berjalan lagi ke arah barat ke arah perempatan tugu adipura, di sudut selatan terdapat kantor Corps Polisi Militer (CPM). Menurut cerita mama dan nenek saya, kantor ini sudah ada sejak jaman Belanda. Terlihat dari konstruksi bangunannya yang kuno.


Ke arah selatan dari tugu Adipura, akan kita temui SDK Santo Yoseph. Bangunan sekolah ini kental sekali akan nuansa Belanda. Dulunya memang dibangun oleh Belanda untuk tempat sekolah anak-anak Belanda. Pada waktu itu anak-anak dari pemilik atau mandor di PG Djatiroto juga bersekolah disini.
 
Review saya dari jalan-jalan ini adalah terlihat bahwa selain meninggalkan arsitektur bangunan yang indah dan kokoh, ia juga turut berperan dalam merintis tata pemerintahan dan pendidikan di Indonesia. Karena dari kisah saya di atas terdapat 2 Sekolah Dasar yang terkenal di kota ini dan dua-duanya dirintis sejak jaman pendudukan oleh Belanda, walaupun saat itu pendidikan masih terbatas untuk kalangan tertentu saja.

Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lumajang
sdkst-yoseph-lmj.blogspot.com
http://www.lumajang.org

1 comment:

  1. wah, bermanfaat banget :D
    kebetulan ane lulusan SDN Ditotrunan 01 nih :D
    suskes terus buat blog-nya ya :)

    ReplyDelete