Sekitar 2 minggu
lalu, saya menyempatkan pulang ke kampung halaman saya di Lumajang di akhir pekan,
rehat sejenak dari rutinitas pekuliahan di Malang. Pada kesempatan itu, saya
menyempatkan diri untuk berjalan-jalan menelusuri jejak peninggalan Belanda di
kota kecil ini.
Pertama, sampailah
saya di SDN Ditotrunan 1 Lumajang, atau biasa dikenal dengan SD Lowo(kelelawar).
Letaknya di Jalan Alun-Alun Selatan. Ini adalah tempat saya bersekolah dulu
ketika menempuh 6 tahun pendidikan dasar. Yang menarik dari sekolah ini adalah
bangunan utamanya. Mengapa? Gedung utama dari sekolah ini dibangun sejak jaman
Belanda dahulu, dan sampai sekarang masih tetap berdiri kokoh. Terlihat berbeda
mungkin karena pengecatan dan penambahan keramik, namun secara keseluruhan
masih tetap mempertahankan kekunoannya. Saya dulu merasakan belajar di dalam
kelas yang besar dan langit-langitnya tinggi, dengan jendela dan pintu yang
besar-besar pula, jadi rasanya sejuk. Berikut adalah gambar SDN Ditotrunan dari masa ke masa.
Selanjutnya berjalan
menuju ke arah Alun-alun kota Lumajang, masih di area selatan, kita tiba di
sebuah sekolah PADU ( Pendidikan Anak Dini Usia ) Sakinah. Sebelum menjadi
sekolah PADU, bangunan ini adalah TK Dharma Wanita yaitu tempat saya bersekolah
TK, hingga akhirnya TK saya ini pindah di tempat yang baru. Kemudian, apa yang istimewa dengan bangunan ini? Yap,
ketika saya tiba di tempat ini, ada sebuah banner di dinding bertuliskan “MONUMEN
JOEANG – MARKAS PEMUDA LUMAJANG“ . Jadi
begini ceritanya, pada jaman pendudukan Belanda, gedung ini adalah Landraaden
Resi dentie gerecht ( Pengadilan Negeri dan Provinsi ) dan hingga jaman penjajahan
Jepang juga masih digunakan sebagai Pengadilan Negeri. Ketika masa-masa
perjuangan kemerdekaan, gedung ini digunakan sebagai markas berkumpulnya
organisasi pemuda di waktu itu. Kisah lengkapnya, terdapat pada banner yang
saya ceritakan tadi, sayangnya bagian bawah dari banner sudah robek.
Selanjutnya,
masih di area Alun-alun, kita beranjak ke sebelah utara. Di depan gerbang
Alun-alun bagian utara ini terdapat sebuah bangunan mirip candi, berlubang
tembus, dan terdapat CANDRA SENGKALA yang berbunyi “TRUSING NGASTA MUKA PRAJA”
( TRUS=9, NGASTA=2,
MUKA=9, PRAJA=1) . Tugu ini adalah saksi penting naiknya status Lumajang
menjadi REGENTSCAH otonom per 1 Januari 1929 sesuai dengan Statblat Nomor 319,
9 Agustus 1928. Jadi dengan adanya peristiwa ini urusan pemerintahan diserahkan
oleh Belanda kepada Bupati Lumajang yang pertama yaitu KRT Kertodirejo yang
sebelumnya menjabat Patih Afdelling Lumajang (Sebelumnya Lumajang masuk wilayah
administratif Kepatihan dari Afdelling Regentstaschap/Pemerintah Kabupaten
Probolinggo).
Kemudian
berjalan lagi ke arah barat ke arah perempatan tugu adipura, di sudut selatan
terdapat kantor Corps Polisi Militer (CPM). Menurut cerita mama dan nenek saya,
kantor ini sudah ada sejak jaman Belanda. Terlihat dari konstruksi bangunannya
yang kuno.
Ke arah selatan
dari tugu Adipura, akan kita temui SDK Santo Yoseph. Bangunan sekolah ini
kental sekali akan nuansa Belanda. Dulunya memang dibangun oleh Belanda untuk tempat sekolah anak-anak Belanda. Pada
waktu itu anak-anak dari pemilik atau mandor di PG Djatiroto juga bersekolah
disini.
Review saya dari
jalan-jalan ini adalah terlihat bahwa selain meninggalkan arsitektur bangunan
yang indah dan kokoh, ia juga turut berperan dalam merintis tata pemerintahan
dan pendidikan di Indonesia. Karena dari kisah saya di atas terdapat 2 Sekolah
Dasar yang terkenal di kota ini dan dua-duanya dirintis sejak jaman pendudukan
oleh Belanda, walaupun saat itu pendidikan masih terbatas untuk kalangan
tertentu saja.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lumajang
sdkst-yoseph-lmj.blogspot.com
http://www.lumajang.org
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lumajang
sdkst-yoseph-lmj.blogspot.com
http://www.lumajang.org
wah, bermanfaat banget :D
ReplyDeletekebetulan ane lulusan SDN Ditotrunan 01 nih :D
suskes terus buat blog-nya ya :)